Jumat, 26 Agustus 2011

Perempuan Pengantar Memori Inspired by : Isma Ariyani


Hari yang terik di kampus yang penuh intrik...
Aku duduk di salah satu sudut, melepas penat sembari menunggu dalam sepi, hari itu aku mendapat panggilan untuk membantu dalam rapat persiapan sebuah kegiatan, entah, aku yang datang terlalu cepat, mereka datang terlambat, atau waktu yang sedang melarat, yang memanggilpun belum terlihat. Aku duduk sendiri. Melihat langit, awan bergerak bersama tapi mereka terpisah oleh jarak,                                      
haah bahkan awan menggambarkan betapa rusaknya kebersamaan di dunia ini.

Aku menghayal dalam terik, menghyalkan di sini ada sebuah bunyi serangga musim panas yang biasa berbunyi  menenangkan jiwa seperti di film, tapi sayang aku terlalu jauh berharap, di sini jarang serangga seperti itu, yang ada hanya nyamuk yang kini imagenya bukan hanya makhluk malam tapi berkembang sebagai indikator betapa miskinnya suatu negara                                                                                           
Haah bahkan alam tahu betapa miskinnya Ibu pertiwi.

Aku memutar musik, memecah sepi, tapi tidak rasa bosanku.. Berpikir aku untuk pulang tapi terik mengalahkan niatku. Beberapa lama menunggu ada seseorang menyapaku, dia Isma, dia salah satu temanku, seorang perempuan, beralis tebal, mata tegas, senyum jelas, berkumis tipis, dan yang paling penting dia mengenakan penutup aurat yang tidak megurangi sedikitpun kebaikan dari dirinya. Banyak perempuan sekarang yang takut menggunakan benda itu dgn berbagai alasan ada yg belum siap, ada yang takut “pesonanya” berkurang, dan yang paling ironi takut tidak gaul, karena bila tidak gaul dia akan jarang digauli.
Kami berbicara, memecah keadaan, mulai terlihat orang lalu lalang, terlihat beberapa orang yng kami kenal, teman-teman kami yang hanya melewati kami, mungkin mereka punya urusan lain, sampai akhirnya orang yang memanggil kami pun mulai berdatangan tapi mereka juga melewati kami, masih ada yang lain di pikiran mereka. Yah tertunda lagi seperti biasanya.

Terik belum lelah, kami yang lelah, aku ingin terlelap, Isma masih sigap menunggu siapa tahu kegiatan ini selesai ditunda. Aku tak tahan lagi, aku merebahkan tubuh, aku mengambil tas untuk sekedar menyandarkan kepalaku, tapi masih belum terasa nyaman, aku harus membuat diriku nyaman. Kalau tidak aku tidak akan merasa seperti di rumah, yaah orang-orang itu selalu mengharapkan kami anggap tempat ini seperti rumah sendiri. Aku meminjam tas Isma untuk menumpuknya di atas tasku agar sandaran untuk kepalaku tambah nyaman lagi. Untung dia sudi meminjamkannya. Aku mengambilnya, menaruhnya di atas tasku, menepuknya sedikit, yah aku mulai merasa di rumah, tapi belum sempat aku menyandarkan kepalaku, 

Isma berteriak “Tunggu...!”.
Haah? Aku bingung dia berubah pikiran? Di saat terakhir dia berubah pikiran? Mengapa tak dari awal saja dia tidak meminjamkannya? 

Aku bertanya “Kenapa Isma??”, 

Isma menjawab“Ada AL-QUR’AN di alam tas itu, biarkan aku mengambilnya dulu baru pakailah tasku sesukamu” 

Aku terkejut entah kenapa “haah? Ia.. silahkan”

Dia pun mengambil benda tersebut, aku pun merebahkan tubuhku, haah nyaman, ku pasang sesuatu ke telingaku,  aku mendengarkan musik. Aku tipe orang yang sangat suka musik, suka menikmatinya, hingga kadang bisa terbawa suasana, yaah memang sangat kontras dengan wajahku yang sangar ini. Di tengah-tengah kenikmatan salah satu lagu, ada sayup-sayup terdengar suara, aku mengecilkan suara musik, sekarang  musik hilang tanpa suara. Aku mencerna lebih dalam,

“ wah itu suara Isma”.
Benakku berbicara padaku entah mengapa kalau orang yang berbicara kadang aku tak memahaminya, tapi beda dengan benakku aku bisa mengerti walau dia tidak bersuara

Suaranya masuk ke dalam pikiranku memecah memori yang hampir terlupakan. Suaranya membawaku menerawang, aku makin menikmatinya, suaranya mengalahkan kemerduan biduan manapun. Suaranya merdu ...!!

Aku melihatnya sejenak dia tidak sedang bernyanyi, dia membaca AL-QUR’AN itu......
Teringat aku pada aku yang dahulu, walau orang tua kebanyakan manusia 19 tahun belum punya masa lalu, enak saja!!! Dulu aku pernah seperti itu bahagia membaca ayat itu, sampai menghatamkannya, tapi bukan itu yg aku pedulikan. Dulu aku dibesarkan di rumah seseorang yang lama tak aku kunjungi mereka orang tua ibuku, yah nenek dan kakekku yg aku panggil ibu aji dan bapak aji, sering aku dibacakan ayat AL-QUR’AN hingga aku terlelap, biasanya setelah ibu sholat dia memanggilku

Ibu berkata “Aan sini nak, ibu tiup-tiup dulu”

Yah aneh kedengarannya, tiup-tiup?? Haah!! Lelucon apa ini??, tapi aku yang dulu menerimanya dengan sangat senang, saat itu ibu aji membaca sebuah ayat, mengamininya dan meniupkannya ke kepalaku

Aku yang dulu bertanya “kenapa saya harus ditiup-tiup ibu??”
Ibu menjawab dengan senyum menenangkannya “Supaya aan kelak tumbuh menjadi orang baik seperti doa ibu...”

Huaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!Mengingat memory itu lagi...... Ingin rasanya aku menangis, tapi kata orang tuaku aku sudaah terlalu besar untuk menangis, aku sedih dalam hati.

MAAF IBU AKU MUNGKIN TUMBUH JAUH DAN TIDAK SEBAIK DOA MU
MAAF IBU AKU JARANG MENEMUIMU
MAAF IBU, MAAF...!!
HAAAAH!!! AKU YANG TERLALU SOMBONG BERJALAN MENYONSONG KEDEWASAAN..!!!

Isma masih terus mengaji.........
Aku masih introspeksi diri..........

PEREMPUAN DAN AYAT TUHAN
KU TEMUI PEREMPUAN
MEMBACA AYAT TUHAN
MERDU, MERASUK MENENANGKAN JIWA
KU DAPATI DIRIKU
JAUH DARI TUHAN
SOMBONG, MENUSUK KETENANGAN JIWA

3 komentar:

  1. hahahahah...cuit..cuit.....ada bisikan hati yg terdengar buat isma..."diam2 aku mengagumimu"...huaapapppp...nda ribut2ja' bang...

    BalasHapus
  2. hahahaha kagum ia, tapi sebatas kagum tak ada unsur romantisme di dalamnya ahahaha

    BalasHapus
  3. ehem,,, lagi pada gosipin saya ternyata.... huuuuh memang naluri seorang abang pada adiknya seperti itu ayu.. jgnko cemburu.. hahahaha

    BalasHapus