Sabtu, 11 Januari 2014

Marsha Maria

Aku terbangun, seorang anak perempuan berumur 3 tahun tiba-tiba ada di sampingku, tubuh kecilnya memeluk tanganku, dia tertawa, sambil menaruh telunjuk di mulut mungilnya sebagai tanda agar aku diam, lalu dari luar ruangan terdengar teriakan seorang perempuan memanggil nama

“Marsha Maria….!” Teriak perempuan itu
Suara itu terdengar kesal, dan sosok perempuan cantik masuk dari balik pintu kamar ini,
“Marsha ibu tahu kamu bersembunyi di sini, ayo bertanggung jawab atas kenakalanmu.” Pandangannya menyebar ke seisi kamar ini 
“Oh ini perempuan ini ibu anak ini “ Aku berbicara dalam hati

Marsha kecil terus tertawa lalu berlari lagi terlalu gesit untuk ibunya untuk menangkapnya, dia lari lagi, dia bisa berada di mana saja sekarang, ibunya terlihat menghela nafas panjang.

“Memang dia melakukan kenakalan apa?” Aku bertanya kepada perempuan itu
“Dia mencoret tembok dengan crayon, merusak bonekanya dan ini sudah kesekian kalinya” Jawabnya
“Hahaha dia masih kecil, biar sajalah dia berekspresi sesuai umurnya” Tanggapku
Perempuan itu terlihat tambah kesal, aku terdiam
“Kau selalu memanjakan Marsha, dia sangat nakal karena itu, tahu! Sekarang bangunlah dan berikanlah sedikit nasehat pada anak perempuanmu itu, aku mau membereskan kamarnya dulu” Dia berlalu keluar kamar

Aku terdiam, Marsha Maria anakku, dan perempuan itu Istriku.



(Mimpi yang sempat diingat, tentang Marsha Maria| Cisarua, 18 Desember 2013) 

ADAKAH YANG LEBIH MENYEDIHKAN DARI MENGUCAPKAN SELAMAT TINGGAL?

Sedih rasanya mengucapkan selamat tinggal kepada kekasih yang akan pergi, mungkin rasa hati sangat sepi di tengah keramaian bandara, bahkan gemuruh pesawat pun tidak mengganggu pandangan kita dari kekasih yang jalan menjauh


Sedih rasanya mengucapkan selamat tinggal, mencium dahinya untuk terakhir kali saat seseorang yang kita cintai pergi kepelukan Illahi, seperti ada yang mengganjal di hati, satu sisi kita menerima karena tahu dia telah pergi ke tempat yang lebih baik, satu sisi kita menolak karena masih banyak sesuatu yang mungkin belum kita buktikan atau berikan kepada yang pergi

Lalu, adakah yang lebih menyedihkan daripada mengucapkan selamat tinggal?

Jawabannya iya, hal yang lebih menyedihkan dari mengucapkan selamat tinggal yaitu tidak sempat mengucapkan selamat tinggal, setidaknya itu bagiku yang tidak setuju dengan ungkapan “No need to say good bye”. 

Setiap perpisahan butuh kalimat selamat tinggal, bukan untuk mendramatisir suasana, tapi tidak semua mengerti waktu, perpisahan yang direncanakan hanya untuk sementara bisa berubah menjadi perpisahan yang sangat lama, perpisahan yang lama bisa saja menjadi perpisahan yang kekal. :)

PUISI TERAKHIR UNTUK PEREMPUAN SEPTEMBER

Dalam tiga tahun
Beberapa puisi tercipta
Hanya untuk Perempuan September


Kata tersebar di koridor
Kata tumpah di Kamar gelap
Yah, ini yang terakhir
Bahkan Antiklimaks harus punya akhir, iya kan?

SEKALI INI SAJA

Lihat aku lebih lama

Pahami tiap kataku
Mengerti tiap verbal dan non verbal dariku
Sekali ini saja, sayang
Mungkin esok takkan sempat
Mungkin esok tidak ada

UNTUK PEREMPUAN : Aslinda, Endang Palisuri, Alm. Suharni, Endina Tri Rezeki, St. Ashalika Zahra Tunisa

Kepada semuanya
Terima Kasih untuk semua cinta
Maaf untuk semua kata dan sikap yang menyakiti
Maaf untuk keangkuhan dalam jalanku menuju kedewasaan
Maafkan kadang menggantikan kalian dalam daftar prioritas dalam hariku
Maaf aku kurang berdoa, tidak meminta kalian percaya, tapi yakinlah banyak doa untuk kalian selalu

RETAKAN SENJA

Aku bersyukur
Di kondisi gelap gulita kota ini

Masih ada sedikit retakan senja di langit

KAU PANDAI MEMBOHONGI TAPI BELUM PANDAI BERBOHONG

Semua yang kau nampakkan semua alur cerita fiktif yang kau olah jadi realita

Beberapa orang terlarut dalam alur ceritamu, mengangguk setuju
Yah kau sudah pandai membohongi dengan sempurna
Beberapa orang paham semiotika, semua gerak gerikmu terbaca, mereka beralih ke alur lain
Yah kau belum terlalu pandai berbohong dengan sempurna

Kembali ke Kamar Gelap

Aku melihat  hari-hari, yang begitu menampar kesadaran diri, mengeluarkan aku dari zona nyaman, membuatku harus mnyalakan lampu di kamar gelap.

Aku melihat hari-hari, yang begitu menampar konsistensi diri, menawarkan aku dua dunia, keduanya menyenangkan, keduanya membahagiakan, tapi menyediakan satu prioritas

Aku melihat hari-hari yang begitu menampar nurani, walau berhasil bersembunyi di balik topeng tanpa ekspresi, ternyata tanganku bergetar ikut  merasakan jantung seseorang lemah, melihat seseorang melalui masa kritis, dan merasakan darah seseorang di tanganku

Aku melihat hari-hari yang begitu membuat bersyukur, aku masih merasakan sedih aku masih manusia, aku penyendiri yang tidak pernah benar-benar sendiri

Hari ini Jantung seseorang kembali berdetak, emosi kembali tergambar dalam ekspresi
Hari ini Masa kritis seseorang telah usai, dan kembali menikmati alunan music keras
Hari ini Luka seseorang telah dijahit, dirinya bias kembali berpuisi

Hari ini Aku kembali ke Kamar Gelap dengan tenang.