Selasa, 27 September 2011

BUNYI

Hari yang biasa, di kampus yang katanya luar biasa, saat itu aku sedang memulai semester pertamaku di sini. 


Aku menuju ke sebuah ruangan, ruangan yang sepi, tak berisi, aku penghuni pertama ruangan itu, aku duduk di salah satu kursi, menunggu, tak lama aku disapa rasa bosan. Aku mengambil telepon genggamku, aku memutar musik, hanyut dalam imajinasi. Tempat ini benar-benar sepi, bahkan sepi meninggalkanku sendiri, semua itu berubah hingga beberapa orang masuk.


Mereka memecah sepi, menggantinya dengan suasana riuh, yah ini mulai sedikit menyenangkan, lalu beberapa orang datang lagi mereka mengganti riuh tadi dengan suasana bisisng, yah tak apalah mereka tersenyum saat melakukan itu, senyum adalah hal yang paling aku sukai, mereka senyum aku suka mereka.


Aku mengamati terlihat beberapa yang mengobrol menciptakan bermacam-macam percakapan yang seakan-akan memantul dari tiap sudut ruangan, bermacam-macam kisah menari dari kenyataan ataupun kebohongan hidup mereka.  Terlihat juga beberapa yang menatap sekotak maya entah mereka menulis apa dibarisan huruf-huruf itu, ada juga yang sibuk dengan telepon genggam mereka yang katanya pintar yah semoga temanku lebih pintar dari tElepon genggam mereka sendiri, dan  ada juga yang hanya diam sambil mendengarkan musik. 


Aku masih mengamati mereka, riuh masih enggan beranjak hingga satu sosok orang paruh baya masuk ke ruangan, kemudian hening. Yah dia adalah dosen yang akan mengajar kami hari itu, kami siap menerima apapun perkataannya. Aku mengamati lagi, dosen sibuk menjelaskan,  teman-temanku yang memakai kotak maya sibuk mengutak atik barisan huruf-huruf itu, yang serius ingin tahu memperhatikan penjelasan, yang cari muka pura-pura memperhatikan, yang dengan telepon genggam pintar masih adu pintar dengan telepon genggam mereka, yang diserang kantuk tertidur, yang bosan mengisis rasa bosan mereka dengan mencoret secarik kertas, melakukan sesuatu ke rambutnya, memasukkan jari telunjuk ke hidungnya. 

Aku terus mengamati hingga ada suara yang menyadarkan aku dari dunia semi-mayaku.


Bunyinya terdengar sangat jelas. Aku mengamati sekeliling, semua normal-normal saja, mereka tak mendengar bunyi itu!


“Hah? Suara apa itu ? Hei benak kau mendengarnya?” aku bertanya kepada benakku


“Ia, tapi entah itu suara apa”  benakku menjawab
 

Yah aku memang suka berbicara dengan benakku


Aku berpikir, suara apa itu, aku mencari dari mana asal suara itu, aku mengamati lagi sekeliling, mereka benar-benar tak mendengar bunyi itu, hingga aku menoleh ke belakangku, ku lihat salah satu temanku, seorang perempuan, berambut pendek, mata tegas, memakai baju kaos, celana jeans, tapi aku tak tahu namanya  karena ini semester pertamaku, aku belum mengenal baik semua teman-temanku.

Aku menatapnya, dia tahu aku menatapnya, tapi entah kenapa setelah beberapa lama baru dia menatapku kembali, yah mungkin dia takut melihatku, atau merasa aneh, tapi aku maklum untuk ukuran mahasiswa baru mungkin rupaku lebih terlihat seperti makhluk rekayasa genetika negeri adidaya yang biasa digambarkan dalam film.


Kami saling menatap, aku tahu dia menyimpan sesuatu


Aku bertanya padanya “Kamu yang melantunkan bunyi itu?”


“Haah?hehehe iya” dia jujur sejujur senyumanya


“ssst” dia mengisyaratkan aku untuk merahasiakannya dari yang lain


Aku tertawa, perempuan ini lucu, selucu bunyi itu, aku mengerti isyarat yang dia tunjukkan, semua pun berlalu.
Waktu pun makin berlalu sejak kejadian itu, aku belum melupakan bunyi itu, bunyi yang lucu, dari perempuan yang menyenangkan .


Waktu pun makin berlalu sejak kejadian itu, perempuan itu menjadi perempuan dengan begitu banyak pertanyaan, perempuan itu menjadi perempuan dengan begitu banyak ungkapan emosi, perempuan itu menjadi perempuan dengan begitu banyak sesuatu.


Tapi yang terpenting dari semua itu, dia suka senyum, dia bisa membuatku senyum, senyum adalah hal yang paling aku sukai, dia senyum aku suka dia. 
Yah si PEREMPUAN BUNYI YANG MENYENANGKAN.:D


Selasa, 20 September 2011

PULANG

Beradaptasi lagi, dengan keadaan tempat ini. Aku menerawang, kali ini lebih hebat dari biasanya, tempat ini sangat sepi, aku lupa bahwa aku telah kembali ke KAMAR GELAPku sendiri.

Empat hari sejak kepulanganku ke tempat ini, masih jelas terdengar suara bising kendaraan lalu lalang di jalanan tepat di hadapan tempat ini, masih terdengar suara orang-orang dengan kesenangan mereka, masih terdengar suara aneh di tengah malam entah suara makhluk halus ataupun suara makhluk hidup yang bercengkrama dengan halus aku tak terlalu peduli.

Lantas dengan begitu banyak suara, mengapa tempat ini terasa sepi? Bahkan dari sepi yang sangat banyak diberikan oleh tempat ini aku bisa diam dalam tenang untuk mengetahui ternyata di dunia ini banyak suara-suara lain yang tak akan kita jumpai dalam ramai.

Empat hari sejak kepulanganku ke tempat ini, aku melihat Ayahku yang pandai menutupi emosi yang dia rasakan, Ibuku yang mempunyai emosi yang mudah berubah, dan ketiga adikku dengan emosi anak-anak kebanyakan. Yaah rumah ini penuh emosi.
Lantas dengan begitu banyak jiwa dan emosi, mengapa tempat ini terasa sepi? Bahkan dari sepi yang sangat banyak ditawarkan oleh tempat ini, aku bisa sangat merasakan kerinduan kepada keluargaku bahkan saat aku berada di bawah atap yang sama, hahaha ironi.

Empat hari sejak kepulanganku ke tempat ini, aku belum sepenuhnya melepas semua rindu ke keluargaku. Saat pagi kami disapa dengan kesibukan masing-masing, ayah, ibuku bekerja, adik-adikku bersekolh, aku pergi mencari tawa. Saat malam menjelang, mereka atau aku yang baru pulang, hingga aku atau mereka tak dapat menyapa satu sama lain karena dikalahkan letih dan lelah. Itu terjadi berulang di keesokan pagi.

Empat hari sejak kepulanganku ke tempat ini, aku lebih sering mengurung diri di KAMAR GELAPku, memandang tembok putih, berteman dengan teman-teman masa lalu yang mati tapi masih bisa ku ajak berimajinasi, kumpulan buku bergambar yang sekarang terasa sangat hambar. Kumpulan coretan di dinding yang kini telah diputihkan kembali, dan yaah sekali lagi aku berteman sepi.

Aku coba meninggalkan sepi, aku keluar dari tempat ini, menyusuri jalan penuh kenangan menuju ke tempatku membangun kenangan baru, aku berharap tak ada sepi di sana. DI sana aku bertemu banyak tawa, canda, lelucon, dan sebagainya. Kulupakan sejenak sepi ku, hingga batas waktuku di tempat ini, walaupun tempat ini tak memberi batas waktu kepadaku, sekali lagi aku ingin kembali ke tempat itu walaupun aku tahu akan melihat sepi lagi. Sekali lagi aku ingin kembali mencoba keberuntungan mungkin aku akan mendapat kesempatan sedikit bercengkrama dengan keluargaku.

Yah akhirnya aku memantapkan langkahku aku akan kembali, tidak lebih tepatnya aku akan PULANG, ke tempat sepi, tidak lebih tepatnya ke RUMAH.

Kamis, 01 September 2011

MELISA

AWAL…….

Aku dan teman-teman lainnya sedang  mengikuti sebuah proses penerimaan, dalam  salah satu sesi games, aku dan teman-teman lainya diharuskan mengenal dan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang orang di sebelah kita dalam jangka waktu lima menit. Di sanalah aku pertama kali melihat dia, secara jelas. Perempuan dengan Rambut panjang yang terikat, kulit putih, senyum manis, dan aksen yang unik. Aku kagum, aku masih ingin diam dan menatapnya lebih lama lagi, tapi semua ini harus diselesaikan dalam lima menit. Dia kuberi kesempatan untuk bertanya lebih dulu

Pertanyaan pertama darinya “Namamu  siapa??”

“Pratama” Aku menjawab dalam keadaan masih melihatnya

Pertanyaan selanjutnya “Tempat dan tanggal lahir kamu lahir?”

“09 Mei 1992” Aku menjawab  dalam keadaan masih melihatnya

Setelah beberapa pertanyaan umum lainnnya dia tiba di suatu pertanyaan, dengan aksen khasnya dia bertanya “Kalau hobi kamu apa?

Dengan sok keren dan tentunya masih melihat dia aku menjawab “Eeh aku hobi menggambar, menulis, dan mempraktekkan tanda-tanda kehidupan”

“Oke” katanya setelah dia merasa cukup, padahal aku belum menjelaskan kepada dia bahwa aku punya hobi baru “AKU HOBI MELIHATMU”

Hah sudahlah terlalu lama aku menerawang nanti aku juga yang susah, waktu terus berjalan, tiba giliranku yang bertanya

“Siapa namamu?” Aku bertanya

“Melisa” jawabnya, tak lama hatiku ikut bicara “yeah aku tahu namanya!” untung dia tak bisa mendengarnya 

“Asal kamu dari mana?” Aku melanjutkan pertanyaanku

“Jayapura”  Dia menjawab, sekali lagi hatiku ikut berbicara “Oooh dia dari jayapura pantas aksennya unik” setelah itu aku melanjutkan dengan beberapa pertanyaan umum lainnya.

Waktu habis, lima menit berharga telah habis, beberapa orang di belakang masih gaduh, sedangkan aku tenang-tenang saja target dari games ini telah tercapai, dan yang paling penting aku mendapatkan info tentang Melisa. Walau begitu hatiku kembali bicara padaku “Hei pratama Cinta jatuh lagi”. “haaaah dasar cinta, tanya cinta lain kali hati-hati”


PROSES……

Dalam suatu ruangan aku bersama teman-teman lainnya menjalani proses perkuliahan, kami menunggu pengajar yang belum datang, suasana gaduh, saat itu kami berstatus mahasiswa baru, yah seperti biasa bermacam-macam hal yang dilakukan oleh mahasiswa baru pada umumnya, mulai dari berkenalan, basa basi, membentuk sebuah citra, ada beberapa yang unjuk kelebihan, ada beberapa yang sibuk berbohong menutupi kekurangannya.

Saat yang lain sibuk dengan semua hal tadi, aku melakukan hal berbeda, aku memilih duduk di barisan paling belakang, di sini viewnya lebih luas, dan yang paling penting aku bisa melihat Melisa lebih jelas, walau hanya tampak rambut panjangnya yang terikat. Aku mengamatinya, terus menerus, “Dia berbeda!” kata hatiku tiba-tiba bicara. Kali ini aku setuju, dia sosok perempuan yang berbeda. Aku membandingkannya dengan teman-teman perempuan yang lainnya. Aku mendapatkan bukti bahwa dia sedikit berbeda. Saat perempuan lain sibuk tertawa dengan menurutku cara tertawa mereka sedikit aneh, dia hanya duduk diam. Saat perempuan yang lain sibuk mendengarkan ocehan dari perempuan lainnya, dia sibuk mendengarkan music. Aku sempat mengira dia anti social, ternyata tidak dia juga bercengkrama dengan teman-teman lain.
Aku masih serius mengamatinya, tapi di tengah-tengah itu aku menyempatkan melihat teman-teman lainnya. Ah tak terlalu menarik, semuanya normal-normal saja. Aku kembali focus ke Melisa, dia masih di tempatnya, sesekali menoleh ke arah lain, sesekali menyapa yang lain, sesekali mulutnya bergerak seperti  berbicara sendiri, apakah hatinya juga sedang berbicara? Entahlah coba kita Tanya pada waktu itu pun kalau kau sabar menunggunya bicara.

BUKAN LAGI AWAL, TAPI MASIH PROSES YANG BELUM MENEMUKAN AKHIR……

Yah kurang lebih setahun sudah berlalu, aku masih sering mengamatinya, tapi kini beda aku mulai memberanikan diri mengobrol  dengannya. Basa basi terjadi,  hanya sedikit cerita memang tapi begitu banyak kepuasan yang ku dapat. Yah…  perasaanku kepada dia bisa dibilang aku terluka padahal yang jatuh adalah Cinta. Walaupun mungkin dia hanya menganggap ini sebatas batasan batas.

Sekarang kami mulai sibuk dengan urusan masing-masing, walau satu tempat belajar, kami mempunyai kebiasaan berbeda, aku suka menghabiskan waktu di kampus usai kuliah, dia lebih memilih pulang setelah kuliah, aku sering di dunia maya, dia entah berada di dunianya yang mana, aku aktif di beberapa kegiatan di kampus, dia aktif menjalani kehidupannya di luar sana.

Yah kami sangat jarang bertemu, aku rindu itu jelas, tapi aku bisa paa itu tak pernah jelas.
Bagaimana akhirnya? Entahlah coba kita Tanya pada waktu itupun kalau kalian sabar menunggunya bicara.



PEREMPUAN PENDIAM
DIA DUDUK
DI SALAH SATU SUDUT
MENGABAIKAN DUNIA DALAM DIAMNYA
AKU DUDUK
DI SALAH SATU SUDUT
MENGABAIKAN DUNIA DALAM KEKAGUMANKU

BEDA
PEREMPUAN DIRIMU
LAKI – LAKI DIRIKU
KITA BEDA
AKU JATUH DI DEKATMU
KAU TERUS BERJALAN JAUH SANGAT JAUH
KITA BEDA
KAU PUNYA RASA
AKU PUNYA RASA
HAAH? KITA SAMA?
RASAMU TERSALIB
RASAKU TERBANG JAUH KE BULAN BINTANG
TERNYATA TAK SESAMA YANG DIHARAPKAN
KITA TETAP BERBEDA……..