Rabu, 18 Januari 2012

PULANG 2

Berjalan aku menyusuri lorong sebuah perkampungan, aku pulang, bukan ke Rumahku tapi tempatku melewati masa kanak - kanaku.

Sepanjang lorong kutemui banyak anak - anak bermain, berlarian ke sana kemari, entah mereka anak siapa aku tak terlalu peduli.

Sepanjang lorong ku tatap remaja - remaja yang bersantai sore, yang laki - laki bermain gitar, yang perempuan memeluk yang bermain gitar, mereka orang tua dari salah satu anak - anak tersebut? entahlah aku tidak terlalu peduli.

Sepanjang lorong ku lewati sekumpulan orang tua renta, yang menjalani hari tua, melihat kumpulan remaja dan anak - anak, mereka mengenang masa itu, aku terharu tapi tak terlalu peduli.

Tiba aku sebuah rumah, di sebuah sudut jalan buntu, aku menatap rumah itu tajam - tajam, banyak kebahagiann dari rumah ini beserta isi - isinya yg aku lupakan dan belum sempat kubalaskan semuanya.
Aku membuka pagar besi ini, gesekannya mengeluarkan suara khas, suara khas masa lalu
.
Aku beranjak ke depan pintu masuk, aku tak tega mengganggu dengan ketukan, tapi aku rindu mereka penghuni rumah ini, aku menyentuh gagang pintu, pintu ini tak terkunci. Sial bahkan pintu ini menambah rasa bersalahku, teringat aku akan pesan salah satu penghuni rumah ini

"KE MANAPUN KAU MENJALANI KEDEWASAANMU JANGAN LUPA SESEKALI MELIHAT TEMPATMU TUMBUH, RUMAH INI AKAN SELALU TERBUKA UNTUKMU"

Aku masuk, rumah ini sepi.... Tak ada suara, hanya bias matahari yang menyambutku, aku mengelilingi rumah itu, hingga ku dengar suara obrolan di bagian belakang rumah.
Aku mendekat, aku menatap beberapa sosok namun hanya dua sosok itu yang aku peduli, mereka menatap ku juga dengan tajam, aku mengingat sosok mereka, meereka masih mencoba mengingatku, umur mereka menghambat ingatan mereka.

"Aan?" Kata mereka
"Ia Bapak, Ia Ibu ini saya" jawabku

 Aku bertemu lagi dengan Bapak dan Ibu yang merawatku waktu ku kecil
Ku cium tangan mereka, bau khas merekat tak pernah berubah sejak aku kanak - kanak.
Aku mengobrol beberapa hal, dan beberapa hal pula yang mengharuskaknku cepat beranjak dari tempat ini.

Mataku entah kenapa seperti mendapat tekanan dari sesuatu, tapi umurku melawan tekanan itu, tapi rasanya miris sekali. Aku pamit...

Aku mencium tangan Ibu, lalu memeluknya.
"Ibu aku pulang dulu" aku pamit
"Ia nak, sering - sering liat Ibu" ibu berkata, pelukannya makin erat
"Ia bu" jawabku seadanya, setelah ibu melepas pelukannya.
"Jangan Lupa sholat nak, mau jadi apa kamu kalau tidak melaksanakan sholat" Lanjutnya sebelum aku berlalu
"Ia bu" jawabku seadanya lagi. kalimat ini sangat dalam meresap ke hati dan otakku

Aku mencari Bapak untuk berpamitan juga, tapi bapak tidak ada, dia masuk ke dalam rumah, aku menyusulnya

Bapak ternyata menungguku. Aku menghampirinya
"Pak aku pamit pulang" aku pamitan
"Ia nak, baik - baik yah" katanya ramah namun tegas seakan memperjelas dia adalah seorang purnawirawan dulunya.
"Oh ia Bapak ada Pesan............"


Aku berdiri sejenak di pintu, menatap ke luar, aku masih enggan beranjak, aroma masa lalu ini masih sangat nyaman mengitariku, aku masih malas kembali ke luar sana kembali menjalani hari dengan hirukpiku pemikiran ttg masa depan, tapi aku harus pergi.

Berjalan lagi aku menyusuri lorong, dengan hal - hal yang sama yang tidak terlalu kupedulikan, aku berjalan Pulang Kali ini benar - benar ke Rumahku tempatku menjalani masa depan dari masa laluku, tapi aku tak terlalu peduli, yang aku peduli hanya sebuah pesan dari beberapa pesan........


"Nak kau tahu rumah ini selalu terbuka untukmu, kapanpun kau datang, tapi Bapak dan Ibu takut tidak bisa lagi menyambutmu, Bapak tak ingin menghlangi jalanmu menuju kedewasaanmu, tapi bapak minta sering - seringlah mengunjungi kami mumpung kami masih bisa menyambutmu di balik pintu itu" Bapak tersenyum sambil mengelus kepalaku

Aku berjalan, tekanan di mataku makin aneh, dia mengeluarkan air, aku tak terlalu peduli
Aku berjalan hatiku maki terasa tertekan, aku belum peduli
Aku berjalan otakku berbisik lirih, aku mulai peduli
Aku berjaan, tubuhku dan jiwaku bersatu menggertaku, aku peduli

Aku tiba di Kamar Gelapku, usia, jenis kelamin, gengsi, semua kalah oleh air mata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar